Minggu, 02 November 2014

BadAnniversary November, 17.

Sayang? :-)
3 tahun lalu kita mulai belajar artinya bagaimana me-manage waktu.
3 tahun lalu kita tahu artinya sakit.
Sakit sekali [!]
3 tahun lalu kita tahu bagaimana teman yang benar-benar teman.
3 tahun lalu kita tahu bagaimana guru yang profesional.
3 tahun lalu kita tahu bagaiman mereka yang kampungan [!]
3 tahun lalu kita belajar bagaimana menjaga.
3 tahun lalu kita merasakan sendiri.
3 tahun lalu kita tahu artinya jauh.
Dan 3 tahun lalu juga kita mulai tahu arti rindu sesungguhnya.
Begitu banyak pelajaran yang kita dapat.
Semua kita ikuti seiring pergerakan angin.
Hingga akhirnya kita berhasil memperkenalkan siapa kita pada mereka #
Kita berhasil bersama.
Kini, kita tetap mengikuti pergerakan angin yang membawa kita.
Mengikuti angin yang mulai bertambah banyak.
Mengikuti alam cerita yang sudah dilukiskan oleh-Nya.
Kita mulai dewasa.
Tapi, sayang? :-)
Seolah rasanya tak ingin dewasa dengan pergerakan angin sekarang.
Aku merasakan hal-hal baru.
Dan entah kenapa, hal itu mendenyutkan saraf tulang-belulangku.
Sayang? :-)
Hal-hal itu, ketika nantinya aku terbiasa.
Tak satupun hasil perjuangan yang tercipta bernilai.
Jadi untuk apa waktu 10.000 jam lebih yang dilewati?
Kita memang harus selalu mengikuti pergerakan angin.
Namun, meskipun angin bergerak kembali ke masa itu.
Itu untuk cerita mereka yang baru.
Bukan kita #
Aku tak pinta seperti dulu.
Bahkan kita pun tidak mungkin bisa menjadi seperti dulu.
Cukup, tolong jangan hilangkan apapun yang indah-indah itu {}

Kamis, 18 September 2014

Sadari Segalanya

Terkadang kita tidak tahu akan waktu.
Waktu moment indah kita.
Waktu moment buruk kita.
Moment indah lupa ketika moment buruk menjelajahi segala keadaan.
Moment buruk lupa ketika moment indah berbahagia lepas dirasakan.
Padahal, kita harus tahu.
Tahu bahwa moment tersebut saling berkaitan erat.
Ketika berbahagia lepas, kita harus ingat moment buruk yang pernah kita lalui.
Ketika keaadaan buruk, kita harus ingat moment indah yang kita lalui.
Dengan maksud agar keduanya balance.
Sehingga segalanya tetap terjaga dengan baik.
Selalu menyukuri segalanya.
Merasakan kehidupan yang begitu indah.
Aku mengutip, "Terkadang, kamu berpikir seseorang telah berubah tanpa kamu menyadari hal itu terjadi karena dia mulai bersikap dewasa."
Kini kusadari segalanya.
Perubahan.
Perubahan yang mengarah jauh lebih baik.
Perubahan yang memang harusnya dilakukan.
Semoga kita menjadi pribadi yang baik.
Yang selalu menyadari perlunya perubahan dalam hidup.
Hiduplah setiap hari!
Hargai yang kita miliki!
Kau tahu?
"Selalu ada orang lain yang menginginkan posisi kita, bertukar nasib dengan kita. Apapun kondisi kita!"

Rabu, 16 Januari 2013

My Birthdays

Thanks for the prize honey.. :-*
This is so beautifull. And thanks for your surprize, the cake, etc.. ^____^


{gambarnya menyusul}

Kamis, 10 Januari 2013

Your Birthdays

Happy Birthdays 'myHero'..
God bless you, always! :-* :-*

{gambarnya menyusul}

Selasa, 11 Desember 2012

The Last Galau

Oleh: Yunike Ridian Putri. R

Pagi itu, ketika baru tiba di gerbang sekolah, Afal melangkah perlahan menuju ruang kelasnya. Ia terlihat tidak bersemangat. Lelah hilang arah. Batu besar di depannya pun tidak di ketahuinya. Kesedihan hati yang ia rasakan membuatnya galau. Berharap ini adalah galau yang terakhir, Afal memberi nama hari ini The Last Galau. Karena ia tidak ingin seperti ini hingga besok-besoknya. Teman-teman bilang Came On!! Kamu harus beranjak dari hal ini!!” (alias move on).. Tapi, tidak semudah itu Afal bisa melakukannya. Memang sih, sekarang Afal mulai merasakan manisnya Move On. Tapi perjuangannya sungguh panjang. Mulai dari menggigil tengah malam hingga curhat empat mata dengan sahabatnya Didi.
8 Oktober 2012, sejak saat itu Afal mulai hidup seperti ini. Penyebabnya simpel, dua hari sebelumnya ia diputuskan Keri karena hal sepele, rokok. Siang itu, ketika bel istirahat berbunyi, Afal mengajak Keri makan di kantin sekolah. Mulanya, keadaan baik-baik saja seperti biasanya. Keri bercanda ria dengan Afal dan bisa tertawa seperti biasa.
  ##
10 menit duduk di kantin, akhirnya pesanan dua mangkok mie goreng pun datang. Ibu kantin memberikannya dengan sedikit senyuman di bibirnya. Afal dan Keri pun menerima dengan lebar senyum yang sama.
                “Terimakasih Buk.”, ucap Afal pada Ibuk kantin.
                “Iya Nak.”, balas Ibuk tersebut sambil berjalan meninggalkan mereka.
Sepeninggalan Ibuk kantin itu, mereka mulai memakan pesanannya tadi. Sambil makan, senyum Keri tetap ada. Dan Afal, masih bisa menjaga senyum itu dengan selalu mengajak Keri bercanda. Namun pada suapan terakhir, teman-teman Afal, Sutan, Agu, Gogo, dan Kiko tiba-tiba datang menghampiri mereka. Kedatangan mereka mulai membuat Keri merasa tidak nyaman.
                “Hei, Afal!”, sapa Sutan temannya.
                “Eh, Sutan. Makan nggak?”, balas Afal pada Sutan.
                “Ahaha. Engga. Makasih. Eh biasanya kan kita jam segini duduk di bawah kantin.”
                “Heh. Enggalah. Eh kamu makan nggak? Aku yang bayarin.”
                “Ah kamu. Ada Keri gini.”
                “Eh.. Haha eng. . . .”
Afal dan Sutan terus mengobrol. Afal terlihat selalu berusaha membantah perkataan Sutan. Keri mulai heran dengan jawaban Afal yang semakin lama semakin jelas berusaha membantah Sutan. Tidak lama setelah mereka mengobrol, Sutan dan yang lainnya pun pergi. Mereka ternyata pergi ke tempat yang ada di bawah kantin. Disana merupakan tempat tongkrongannya anak laki-laki ketika merasa bosan sedang belajar, atau bosan dengan suasana sekolah. Tempat itu membuat hati mereka nyaman. Bagaimana tidak?! Ternyata, yang membuat mereka nyaman disana, adalah minuman dan rokok.
Keri pun tahu dengan hal itu. Setelah membayar makanan di kantin, senyum Keri mulai hilang dari bibirnya. Ternyata, Afal yang ia sukai, sama seperti yang lainnya, preman sekolah. Tapi, Afal tetap berusaha membuat Keri untuk tidak mempercayai itu. Afal pun mulai merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan. Rasanya, ia seperti akan di landa badai besar.
Teng.Teng... Bel masuk pun berbunyi.
“Ini makan terakhir kita. Maaf. Aku tidak menyukai ‘asap’ itu. Kita putus!!”, ucap Keri langsung pada Afal dengan tidak relanya dan kemudian menuju ruang kelas tanpa berkata apapun lagi pada Afal.
Afal juga tak bisa berkata apa-apa. Ia langsung terdiam mendengarkan ucapan Keri tadi. Bel tanda masuk tak di hiraukannya. Ia kembali duduk menyendiri di kantin. Badai yang ia rasakan tadi, ternyata benar ada dan itu nyata ia dapatkan.
Walaupun laki-laki, tapi pasti bisa menangis kalau hatinya benar-benar tersentuh. Dan hal itu terjadi pada Afal. Di kantin, matanya terlihat berlinang. Ia ingin berteriak, melempar semua yang ada di depan matanya. Tapi apa boleh buat. Ia hanya bisa diam merenungi perkataan Keri tadi.
Sejak hari itu, hari-harinya terasa sepi. Ia menyesal telah membohongi Keri. Padahal, Keri sangat baik padanya. Setiap malamnya, ia selalu bercerita dengan sahabatnya Didi. Didi sama baiknya dengan Keri. Tapi, Didi hanya bisa menjadi sahabat dan saudaranya. Tetap Keri lah yang ia inginkan. Ia benar-benar menyesali perbuatannya. Namun sekarang, dengan bantuan Didi, ia mulai bisa melupakan kejadian yang membuat hidupnya galau itu. Ia mulai bisa merasakan manisnya Move On, meski niat untuk mencari pengganti Keri tidak ada sama sekali. Karena, ia tetap berharap untuk kembali baik dengan Keri. Karena Keri lah yang menyemangati hari-harinya.

Senin, 10 Desember 2012

Vel bed putih itu

:: Yunike Ridian Putri. R

Hari ini 1 Maret 2010. Bulan Februari lalu memberikan Iing kenangan tidak enak. Iing ingin sekali sering berbagi, dia ingin sekali mengeluarkan kesedihannya. Tapi dia tidak bisa. Iing tidak bisa sama sekali. Memang banyak yang bisa membantunya. Keluarganya, Ibu, sepupunya, teman, sahabat, bahkan kucing dan diarynya pun ada. Tapi setiap kali Iing berbagi dengan mereka, hasilnya sama sekali tidak merubah sedih hatinya. Ternyata senyum yang sehari tadi ia pancarkan di sekolah, sama sekali tidak menutupi tangisnya. Bahkan, hal itu membuatnya untuk ingin tidur di vel bed putih. Ia ingin sekali disana. Rumah, sekolah, tempat les. Iing tidak membutuhkan dan menginginkan itu. Iing hanya ingin vel bed putih. Tidur sepanjang hari disana.
x x x
Februari, Iing berjumpa dengan seseorang. Orang yang biasa menemaninya selalu. Digi, dia lah yang membuat Iing mempunyai hari-hari bersejarah. Yang selalu menemaninya kemanapun dan kapanpun. Tempat berbaginya. Tapi, itu dulu. Karena ketika ia berjumpa dengan Digi di hari Februari itu, Digi mengatakan hal penting padanya.
“Iing, aku tidak ingin jauh darimu.”
“Kita kan dekat. Rumah kita juga. Kenapa ngomong seperti itu?”
“Aku tahu. Tapi, itu hanya sekarang.”
“Apa maksudmu Digi?”
“Ayah, Ibu, dan aku pindah.”
“Apa?! Kemana?!”
“Ke New York Ing.”
“Tapi kenapa? Bukankah kamu akan menemaniku setiap saat? Tapi kenapa sekarang kamu tinggalkan aku Dig?!”
“Aku tidak ingin Ing. Tapi mama . . . .”
. . . .
Iing dan Digi terus berbincang. Digi akan pindah ke luar negeri. Mendengarkan hal itu, Iing seakan kehilangan semangat. Maksud Iing baik untuk berjumpa, untuk mengobati hatinya. Tapi ternyata, apa yang di harapkannya tidak menjadi kenyataan. Memang, manusia hanya bisa berencana. Tapi hari itu bukan yang Iing inginkan. Iing pasti akan sangat rindu pada semuanya. Sikap dan perkataan Digi hari itu, benar-benar membuat Iing patah semangat. Belum lagi berat batin yang ia alami karena hal-hal di sekolah.
“Tuhan, beritahu aku kesalahanku! Aku tidak tahu apa-apa. Kenapa semua meninggalkanku?”, tangis Iing dalam hatinya.
Iing memang tidak bisa seperti yang lain. Yang mengungkapkan kasihnya, sedihnya, galaunya, senangnya lewat status di EfBe atau apapun. Karena berbagi saja dia tidak bisa. Ia lebih senang diam memendam semuanya dalam hati. Ia pun meminta pada Ayahnya untuk di pindahkan ke sekolah lain. Agar, kenangan bersama Digi, bisa ia lupakan. Ia juga memang tidak bisa seperti yang lain yang memiliki apapun. Tangisan menemani hari-harinya saat itu.
Iing tidak punya kekuatan lagi jika harus kehilangan semua yang membuatnya bahagia dulu.

Hingga di sekolahnya yang baru, ia tetap menjadi gadis kecil yang pendiam. Hari ke-16 Maret, ketika bel istirahat berbunyi, Iing duduk sendiri di taman sekolahnya. Tiba-tiba datang seorang laki-laki duduk di sampingnya.
“Kenapa?”, tanya laki-laki itu dengan sedikit senyum di bibirnya.
“Aku?”, tanya Iing kaget dengan kemunculannya.
“Iya, kamu. Kenapa kamu? Kenapa sendiri disini?”
“Tidak, aku tidak kenapa-kenapa.”
“Siapa namamu?”
“Aku Iing.”
“Aku Epen. Salam kenal ya.”
. . . .
Epen terus mengajak Iing mengobrol. Hingga, mereka pun menjadi dekat. Tapi, kehadiran Epen tidak membuatnya lupa akan kenangannya bersama Digi dulu. Digi yang biasa menemaninya tidak ada lagi sekarang. Februari itu, tidak bisa ia lupakan.
x x x
Sekarang sudah hari ke-20 Maret. Hari-hari Iing sepi sekali. Selama ia di tinggal Digi ke luar negeri sejak 2 minggu-an lalu, banyak yang mendekatinya, tapi sama sekali tidak bisa menenangkan hatinya seperti Digi menenangkannya. Mulai dari teman kelas sampai kakak kelas. Bahkan, Epen yang baru ia kenal di sekolah barunya yang telah menjadi teman dekatnya pun tidak bisa membuat senyum di bibir Iing ada lagi.
Hari ini kekuatannya habis. Sepi yang dia rasa dari hari-hari kemaren membuatnya lemah hingga keinginan untuk tidur di vel bed putih dulu pun, sekarang menjadi kenyataan.

Minggu, 29 Juli 2012